I Love
You...
-From
Amerika-
“Indonesia tanah air beta.....Pusaka abadi
nan jaya....Indonesia sejak dulu kala, tetap di puja-puja bangsa....Disana
tempat lahir beta.....Di Buai di besarkan BUNDA.... Tempat berlindung di hari
tua.... Sampai akhir menutup mata........”
Pagi ini, ku dengarkan lagu itu dari
tetangga sebelah rumahku. Lagu yang tak asing di telingaku. Aku bisa
menyanyikannya tapi aku jarang mendengarkannya di rumah. Hanya mungkin sering kali
ku dengar lagu itu di sekolah, saat upacara berlangsung. Lagipula tidak setiap
Senin saat upacara lagu itu di nyanyikan oleh tim paduan suara. Padahal
menurutku lagunya sangat enak dan cukuplah untuk menumbuhkan sifat nasionalis
dan sadar diri bahwa Indonesia itu indah. Ah, tapi yasudahlah.
Seperti biasanya sebelum aku pergi
ke sekolah, aku pamit dulu kepada ayah dan ibu.
“Yah, buk aku berangkat sekolah
sekarang ya. Sebelum terlambat. Assalamualaikum....” kataku sambil mencium
kedua tangan orang tuaku.
“Iya hati-hati nak.
Waalaikumsalam...”
Aku melihat suasana baru dari rumah
yang memutar lagu Indonesia Pusaka tadi. Nampaknya penghuni rumah itu sudah
berbeda dari sebelumnya. Apakah mungkin pak Doni sudah pindah rumah? Kenapa aku
tak mendengar kabar apapun tentang itu ya. Hmmm.....
Saat aku terdiam lama di depan rumah
itu, tak lama kemudian keluarlah seorang anak perempuan yang lumayan cantik.
Dia mengenakan seragam putih abu-abu sama sepertiku, dan menggunakan penutup
kepala.
“Haloo permisi, ada apaya mas kok
berdiri di depan rumah saya?” katanya.
Aku merasa gugup
saat dia mengatakan hal itu padaku. Aku bingung mau menjawab apa karena memang
tak ada yang aku lakukan di depan rumah itu
“Haloo juga, aku tidak sedang
melakukan apa-apa kok. Kamu warga baru ya disini. Lalu pak Doni penghuni
sebelumnya kemana ya kalau boleh tau?” Jawabku dengan tenang.
“Oh pak Doni itu pamanku. Beliau
memang sudah tidak tinggal disini lagi, karena om Doni sudah pindah rumah yang
lebih dekat dengan akses ke tempat kerjanya. Aku baru saja pindah dari Amerika,
dan rumah ini di beli oleh Papaku. Asal kamu tau saja ya kalau om Doni itu adik
dari papaku hehe. By the way,
kenalkan namaku Sita.” Ujar si gadis yang sempat membuatku terpikat sambil
mengulurkan tangannya.
Aku sempat ragu saat akan memberikan
tanganku padanya.
“Namaku Faisol. Aku tinggal jarak
dua rumah dari rumahmu ini.”
“Waaah, dekat juga ya ternyata.
Kapan-kapan aku boleh main ya Faisol ke rumahmu.
“panggil aku Fais saja sit. Kalau
kamu memanggilku Faisol terlalu panjang hehe. Oh iya, kamu sekolah di SMA Bina Pusaka
juga?”
“Iya Fais, aku dipindah papa untuk
sekolah disitu. Kamu pasti juga murid sana kan? Asyiik, aku dapat teman baru
sekaligus teman untuk berangkat ke sekolah bersama. Tadi aku sempat tidak berani
karena akan masuk ke sekolah baru tanpa ditemani kedua orangtuaku.”
Kami pun berjalan berdua menuju ke
sekolah secara bersamaan. Aku tidak pernah menyangka akan punya teman baru dari
Amerika. Negara adidaya yang sangat kuat di seluruh dunia itu. Kelihatannya
memang dia sangat berintelektual.
“Aku ingin bertanya padamu Sit, tadi
pagi aku mendengar lagu Indonesia Pusaka dari rumahmu. Apakah kamu yang
memutarnya?” tanyaku penasaran
“Iya is aku yang memutarnya.
Memangnya ada apa? Apakah suaranya terlalu keras sehingga sampai mengganggumu?”
“Tentu saja tidak. Aku tidak merasa
terganggu, akan tetapi yang ingin aku tanyakan kenapa kamu memutar lagu jenis
seperti itu. Bukankah kalau anak Amerika dan yang terlalu lama hidup di luar
negeri musik serta lagu yang di sukainya tidak seperti itu?”
“Aku sangat mencintai Indonesia is.
Aku lahir di Indonesia, akan tetapi waktu umurku 5 tahun keluargaku pindah ke
Amerika sampai tahun ini baru kembali ke Indonesia. Aku merasa sangat rindu
tempat kelahiranku. Aku ingin agar suatu saat nanti Indonesia mampu seperti
Amerika, menjadi negara super power.
Aku sangat suka dengan lagu Indonesia Pusaka, bahkan teman-temanku yang di
Amerika aku ajarin lagu itu kata mereka sih easy
listening gitu hehe”
“Waaaw, hebat hebat. Ngomong-ngomong
katamu tadi kamu cinta Indonesia. Padahal kamu kan disini hanya sampai umur 5
tahun saja dan aku yakin kamu belum mengetahui apa-apa tentang Indonesia.
Kenapa kamu bisa sangat mencintainya?” tanyaku.
Kali ini Sita tidak
langsung menjawab pertanyaanku dengan cepat. Nampaknya dia sedang memikirkan
pertanyaanku yang mungkin sedikit berat baginya.
“Aku mendengar banyak hal tentang
Indonesia dari kedua orangtuaku. Setiap hari pokok pembahasan dalam keluarga
kami adalah tentang setiap konflik, budaya, trending
topic yang berhubungan dengan negara ini. Meskipun aku tinggal di Amerika,
tapi aku tidak pernah ketinggalan sedikit pun berita tentang Indonesia loh is.
Aku cinta Indonesia, karena Indonesia itu indah. Indonesia ini punya banyak
kekayaan alam yang menunggu generasi kita untuk mengolah dan mengembangkannya.
Indonesia butuh orang seperti kita is. Perlu kamu ketahui ya is, bahwasannya
Amerika itu memang kota yang sangat canggih dan sedap di pandang, tapi kekayaan
alami yang dimilikinya tak sebanyak yang ada di Indonesia. Aku ingin kembali ke
nergara ini karena aku ingin memberikan ilmu yang aku miliki untuk tempat
kelahiranku, untuk kemajuan bangsaku. Maka dari itu, setiap saat lagu yang ku
putar seperti yang kau dengar tadi pagi. Aku ingin supaya aku selalu ingat
dengan tujuanku untuk membesarkan Indonesia, aku tidak ingin semangatku luntur
sampai kapanpun.” Terang Sita.
Mendengar hal itu, aku sempat
merinding dan berpikir keras. Sita, seorang anak yang lama tinggal di negara
orang. Tapi mampu memiliki semangat juang seperti ini. Lalu apa kabar denganku
yang sudah 17 tahun tinggal di Indonesia belum tentu memikirkan tentang
kemajuan negara ini. Aku baru saja banyak belajar dari pernyataan yang
dikeluarkan oleh Sita.
“Aku salut padamu sit. Aku bangga
kau memiliki sikap nasionalis yang sangat tinggi. Terima kasih juga kau telah
menyadarkanku pagi ini. Kita harus berteman terus ya dan aku ingin kau tularkan
semangat nasionalismu itu padaku hehe.”
Kali ini ia tak mengatakan sepatah
katapun, akan tetapi ia hanya melemparkan senyuman manis. Oh, jadi seperti itu
senyuman gadis dari Amerika-Indonesia. Tak jauh beda dengan teman wanitaku yang
lainnya. Kami pun terus berjalan dan tak
terasa sudah sampai di sekolah. Baru kali ini aku tidak merasakan lelah sama
sekali berjalan. Ya mungkin karena kami tadi berbicara terlalu asyik sehingga
perjalanannya tak terasa. Perjalanan pagi yang di luar dari kebiasaanku
sebelumnya. Entah mengapa, aku mendadak merasa bangga dengan lahir di negara
ini. Aku merasa sangat semangat menuntut ilmu di pagi ini. Semoga semangatku
ini tak hanya di hari ini saja, akan tetapi sampai akhir hayat. Terima kasih
banyak Sita, berkatmu aku sadar Indonesia itu luar biasa!